@Jawa Pos |
Peta-Peta Air Mata
Demikian
Haruskah kusebut ini penyesalan?
Tentang masa-masa yang terlanjur hitam
Tentang seruan yang mestinya tertancap dalam-dalam
Di sejuk seruan-Nya
Kucoba telusur ilham
Terbata aku membaca
Peta hidup, jazam…
Kasa-kasa putih
Adakah pada seluk selumu diriku
Ataukah diri
Termasuk buih di lautan itu
Ramai
Orang-orang berceratai
Sepi meski
Semuanya ingin menang sendiri
Orang-orang tak lagi peduli
Hilang kendali
Percakapan berisi
Tapi doa tak mampu diresapi
Peta-peta air mata, dalih?
Bukan, aku tak ingin memuaramu lagi
Menjadi pendonor air mata sedih
Karena dengan-Nya, aku lebih berarti
Pondokan Ikhlas, Panam 14 Desember 2013
Sagang, Ah…
Sagang, inilah perumahan yang pernah kuceritakan
Anak-anak dibesarkan oleh televisi
Remaja-remaja sepulang belajar tak mau mengaji
Ibu mereka berjuang layaknya pahlawan
Sementara tangan mereka sibuk berbalas obrolan
Sagang, tidakkah engkau tahu,
sulitnya membubuh telinga di hati itu?
Mereka menyembunyikan telinga di balik bantal
Menaruh hati di dalam kulkas
Hati mereka membatu dan terpental
Sedang suara mereka kepada ibu semakin tinggi dan mengeras
Lihatlah, senyumnya mengembang saat menerima uang
Dalam sedetik saja bisa muram hanya karena uangnya kurang
Terkadang malah sebaliknya
Anaknya sagang, ibunya garang
Pondokan Ikhlas, 12 Desember 2013
Ketukan Rindu
Oktober, pintu-Mu kuketuk
Tak ada jawaban
Perasaanku amuk
Kemungkinan lain sedang kupikirkan
September tahun depan, aku kembali
Pada tubuh yang tetap sunyi
Pintu itu kuketuk sekian kali
Namun masih tetap dirampai sepi
Pada November dan hujan yang sama
Kutemui pintu itu lagi bersama hampanya jiwa
Akan ada yang keluar dari pintu itu, pasti
Tapi?
Hatiku
; mengapa sekeras batu
Tak ingin beranjak dari pintu itu
Meski (mungkin) waktu tak memberi restu
Sekarang Desember, musim penghujan terus menuju
Aku mengetuk lagi hingga suara menggema di telingaku
“Mana janjimu, aku menantimu. Perempuan, tak ada suaramu….”
Apa benar tak terdengar hingga ke dalam ketukanku?
Kuketuk rindu, jangan?
Buka saja pintu dan temui Aku
Pintu-Ku tak pernah terkunci, perempuan…
Kau hanya perlu masuk, berdoalah di dalam. Tumpahkan segala kerisauan….
Pondokan Ikhlas, Panam 05 Desember 2013
Dan Wajah Itu Kausebut Jendela(1)
Dan wajah itu kausebut jendela
Yang setiap orang mampu melihatnya
Apakah jendela itu memberimu senyum
Ataukah padanya engkau sering melaur anum
Hatimu terlihat pada jendela itu
Seluk selumu
Juga kinasih
Melaluinya siapa pun bisa memilih
Memilih, katamu?
Ya, bahkan bisa memilih teman hidupmu
Bahwa pada dunia yang awah
Orang-orang melihat hati setelah wajah
Pondokan Ikhlas, Panam 21Desember 2013
Dan Wajah Itu Kausebut Jendela(2)
Kita tak dapat memaksa mereka
Untuk melihat hati yang tuah di awal mula
Karena, wajah adalah jendela
Setelahnya kita akan bisa melihat hati seperti apa
Dan engkau, dari dalam jendela bisa melihat
Apakah di luar sana suasana bersahabat
Jika tidak jangan teruskan
Lebih baik tetap perbaiki diri dalam diam
Dan untukmu, sebelum masuk lewat pintu mana
Lihatlah dari luar jendela saja
Jika tak dapat izin jangan mendekat
Sungguh, hijab harus terus melekat…
Pondokan Ikhlas, Panam 21 Desember 2013
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar