“Nak, kau tahu? Mata ayah, dan mata ibu sama—mirip sekali. Tapi, matamu berbeda dengan kami. Alis matamu seperti ayah. Bibirmu seperti ibu. Hidungmu seperti ayah. Senyummu seperti ibu. Rambutmu juga seperti ibu, begitu pun lesung pipimu. Di dalam dirimu, lebih banyak ibu. Jika ibu tidak ada, kau bisa melihat dirimu di cermin dan pandanglah wajahmu. Ibu juga ada di sana…”
***
Wajah yang manis itu meneteskan rintik
hangat di pipinya.
Matanya memerah, kesedihannya
meruah. Masih
tampak kepulan asap yang menyelimuti puing rumahnya. Anak perempuan itu menatap
kosong pada tanah yang kian arang. Tak lagi tampak atap rumah yang dulu selalu membuatnya tersenyum
sepulang dari sekolah. Tak ada lagi sosok yang menatapnya dengan senyum yang
teduh ketika melihatnya makan dengan lahap.