"Anak-anak dewasa sebelum usianya. Sehingga, ketika usia mereka kian bertambah, mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan" sebuah kutipan yang entah saya baca di mana.
Sudah lama sekali saya ingin menulis tentang parenting, yang berangkat dari kegusaran terhadap perkembangan anak di era teknologi ini. Bismillahirrahmaanirraahiim...
Seorang anak memiliki kedudukan tertentu dalam keluarga muslim, di antaranya ialah, anak sebagai anugerah Allah, sebagai ujian, sebagai amanah, sebagai sarana beramal shaleh, dan sebagai pewaris peradaban. Beda generasi memang beda cara mendidiknya. Ya, benar yang disampaikan oleh Umar Bin Khattab. Tetapi, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh anak masa kini. Kesibukan kedua orangtua bekerja, terkadang ayah melupakan perannya, runtuhnya nilai-nilai, dan teknologi yang bikin masalah.
Seorang anak memiliki kedudukan tertentu dalam keluarga muslim, di antaranya ialah, anak sebagai anugerah Allah, sebagai ujian, sebagai amanah, sebagai sarana beramal shaleh, dan sebagai pewaris peradaban. Beda generasi memang beda cara mendidiknya. Ya, benar yang disampaikan oleh Umar Bin Khattab. Tetapi, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh anak masa kini. Kesibukan kedua orangtua bekerja, terkadang ayah melupakan perannya, runtuhnya nilai-nilai, dan teknologi yang bikin masalah.
Dengan kemajuan teknologi
sekarang ini arus informasi melalui internet mudah sekali untuk diakses bahkan
oleh anak-anak yang baru saja meninggalkan usia emasnya. Anak-anak usia emas
dibiarkan berada di depan televisi berjam-jam. Warna-warni tampilan televisi
yang bahkan terkadang tidak sesuai dengan usia mereka masuk ke dalam otaknya
dan tentu itu tidak akan mereka filter sebab belum tahu mana yang benar dan
salah. Siapa yang mendampingi ketika di rumah saja orangtua masih sibuk
berkomunikasi via handphone dengan rekan kerjanya? Jika tak sendiri, ya tentu
asisten rumah tangga yang menemani mereka.
Jika anak-anak mulai bosan dengan
televisi, tentu mereka akan merengek. Orangtua tidak menyukai rengekan yang
mengisi seluruh ruangan di rumah itu, termasuk ruangan yang ada di dalam hati
mereka. Padahal, rengekan itu terbatas waktunya. Tidakkah rindu jika nanti usia
semakin bertambah dan anak-anak malah merasa malu untuk diatur di depan
teman-temannya?
ASAL ANAK DIAM. Akhirnya, anak diberikan
gadget untuk bermain game. Seperti itulah yang terjadi. Orangtua tidak ingin
repot oleh rengekan itu sebab pekerjaan mereka sudah cukup banyak membuat
mereka repot. Mereka banting tulang, katanya demi masa depan anak. Menabung,
menabung dan menabung.
Wahai ayah dan bunda, orangtua
dari generasi masa depan...
Membangun masa depan anak bukan
hanya soalan uang. Akhlak, adab dan pengajaran akan dasar-dasar kehidupan jauh
lebih penting.
Jangan takut jika mereka tidak bisa
sekolah karena tidak ada uang. Rezeki itu akan Allah berikan. Takutlah jika
nanti anak-anak itu tidak mengerti bagaimana menghadapi dunia yang semakin tua.
Takutlah jika nanti mereka lebih mudah frustasi dan mengurung diri sehingga mereka
akan menjadi mudah putus asa.
Yang mereka tahu adalah kehidupan
serba instan yang diajarkan sejak masa kecilnya. Padahal, usaha orangtua untuk
mendiamkan anak itu bermanfaat untuk kita dan mereka; agar mereka tahu, kita
memperlihatkan bahwa segala sesuatu ada prosesnya. Ada masa sulitnya. Ada
persoalan yang harus terus dihadapi. Ada jalan keluarnya.
Jangan terlalu bangga jika
anak-anak balita sudah ahli bermain gadget. Jangan terlalu bangga jika
anak-anak begitu mudah mengakses internet. Jangan terlalu bangga dengan hal-hal
seperti demikian sebab tak terlalu berpengaruh terhadap masa depannya nanti.
Toh, para ayah dan bunda pegang gadget usia berapa? Punya android lah, usia
berapa? Sukses juga, kan? Ngga main gadget dari bayi, kan?
Manusia itu pembosan. Sering jenuh.
Jika anak-anak di masa kecil sudah disediakan gadget. Usia selanjutnya, ketika
bosan itu datang, mau diberikan apa?
Saya sangat prihatin dengan
permasalahan ini. Saya mencintai anak-anak yang merupakan generasi pembangun peradaban
di masa depan. Saat mendengar banyak orangtua yang bercerita kepada saya, dada
saya gemuruh. Saya cukup tahu diri, sebab saya belum menikah. Tetapi, saya
selalu tertarik dengan dunia parenting .
Jadi mohon para ayah dan bunda.
Jadilah orangtua yang bersabar. Tidak buru-buru mengabulkan tuntutan anak.
Anak-anak itu, tidak hanya punya hak melainkan juga kewajiban. Orangtua pun
begitu. Orang tua memang berhak melakukan apa saja atas tumbuh kembang anaknya.
Tetapi, orangtua juga berkewajiban mendidik anaknya dengan benar dan sesuai
dengan tuntunan Rasulullah. InsyaaAllah nanti sukses dunia akhirat malah.
Kita bisa belajar dari buku-buku
parenting. Berdiskusi dengan pemerhati anak. Bisa browsing cara mendidik anak. Harus
terus belajar. Jangan lantas berhenti belajar ketika menjadi orangtua. Belajar
itu seumur hidup.
Pelajaran yang bisa kita ambil
adalah, belajar menjadi orangtua itu sesungguhnya bukan setelah menikah. Tetapi
jauh, sebelum bertemu jodoh bahkan. Belajarlah selagi Allah masih memberikan
kesempatan. Sebab proses belajar itulah yang menentukan berhasil atau tidaknya
kita dalam mendidik anak kelak. Maka, untuk para jomblo mulia, didiklah anakmu
dengan memilih pendamping hidup yang tepat. Tak hanya tepat, melainkan juga taat
kepada Allah.
So, tetap memperbaiki diri ya ^^
tak hanya untuk kita, tetapi juga untuk masa depan keluarga :)
Salam hangat
DP Anggi
kode keras ni ukh,, agaknya bentar lgi ni. teori ud mantap tinggal praktek ya ukh. hahah ditunggu undangan nya . wkkwk
BalasHapus:D jika terkesan seperti itu ya... aamiin . saya aminkan ya ^^ Syukran
Hapus