Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum
wr wb.,
Teruntuk,
FAM Indonesia
FAMku
yang selalu hangat, apa kabar? Semoga setiap kita selalu dalam lindungan Allah
SWT.. FAM, kau semakin manis sejak awal aku mengenalmu. Kau membangkitkan semangat
penaku untuk menari di atas imajinasi. Kau, adalah salah satu tangan Tuhan yang
membantuku untuk menulis.
Dengan
napas rindu, aku mencoba memaksa diri untuk tetap menulis surat kepadamu malam
ini. Sudah tiga hari, aku merasa ada yang tidak beres dengan kesehatanku.
Tubuhku panas, kadang menggigil. Aku berjuang dengan tertatih, memacu kakiku
untuk tetap mencari ilmu di perkuliahan. Sesambil pulang, aku mencoba membaca
alam. Semua tertulis disini, karena aku begitu rindu.
FAM,
aku pernah melakukan hal-hal aneh hanya untuk menangkap ide atas siasatmu.
Membaca alam membuatku selalu memegang pulpen dan sebuah buku ketika pulang
kuliah. Setiap ide itu lewat,
aku menangkapnya, menuliskannya dengan cepat. Lima belas menit sampai di rumah, aku membaca lagi ide-ide yang kutulis tadi. Tulisan yang acak-acakan karena ingin cepat dan sambil berjalan membuatku sedikit sulit membaca ulang tulisanku sendiri. Hehehe (Ini senyum untukmu, FAM)
aku menangkapnya, menuliskannya dengan cepat. Lima belas menit sampai di rumah, aku membaca lagi ide-ide yang kutulis tadi. Tulisan yang acak-acakan karena ingin cepat dan sambil berjalan membuatku sedikit sulit membaca ulang tulisanku sendiri. Hehehe (Ini senyum untukmu, FAM)
Tidak
seperti biasanya aku ingin menulis surat di antara tugas-tugas dosen yang sama
sekali belum kusentuh. Aku sering melewatkan undanganmu untuk menulis dengan
alasan sibuk. Aku pikir, semua orang punya kesibukan. Tapi, mereka masih
menyempatkan diri untuk mengunjungimu dan mengikuti undanganmu. Aku harus lebih
banyak belajar lagi, agar aku dewasa bersamamu, FAM.
Tenang
saja. Kau tidak usah bersedih, FAM. ID FAM790M Pekanbaru akan memenuhi
undanganmu kali ini dengan surat “Jika Aku Penulis Terkenal, Maka Aku Akan….”.
Kau tahu? Aku menulis karena ingin berbagi apa yang aku ketahui, aku menulis
agar nanti aku dikenang, aku menulis untuk membuat ibuku tersenyum di kampung
halaman, aku menulis agar ayah dan abangku tersenyum pula di ‘sana’.
Pertama
kali. Melalui semangatmu, aku berhasil memborong dua piala sekaligus, Pemenang
I cerpen dan pemenang III puisi pada sebuah event yang sama. Aku langsung
memberitahunya kepada ibu, kakakku berkata, “Terimakasih, dik. Tetap jadi adik
kakak yang manis dan berprestasi. Beri ibu kebanggaan. Bayangkan saja, untuk
kuliahmu ibu memasak hingga larut malam untuk berdagang pada esok harinya.
Tetap jadi anak yang baik, ya? Selesaikan kuliah dengan baik, biar kita semua
bisa sama-sama lagi.”
Airmataku
benar-benar tak terbendung. Titik hangat itu, membuncah hingga mataku memerah.
Kau tahu, FAM? Jika aku penulis terkenal, maka aku tidak akan membiarkan ibu
berdagang dan memasak hingga larut malam lagi. Aku tidak akan meminta uang
kost, uang bulanan, dan uang lain-lain yang terkadang kuperlukan. Aku akan
membuat ibuku bahagia. Aku akan membuatnya bangga memiliki anak bungsu
sepertiku.
FAM,
jika aku penulis terkenal, maka aku akan tetap menularkan virus cinta menulis
seperti yang aku lakukan sejak mengenalmu. Dengan ‘dakwah bil qolam’ aku ingin
selalu menulis, dengan menebar kebaikan.
Jangan pernah memandangku angkuh, ya? Aku akan selalu menanti sapa
lembut dan manis darimu.
Aku
tak mampu lagi berkata-kata. Rinduku, rindumu, rindu ibu. Denganmu, aku
titipkan surat ini kepada sahabat-sahabat dan keluarga besar FAM INDONESIA.
Semoga, manismu bertambah.
#Lantai
dua, pondokan ikhlas-Pekanbaru, 08 Desember 2012
Salam
hangat dan semangat dari DP Anggi, FAM790M Pekanbaru
:)
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar