Kamis, 04 Oktober 2012

Muhasabah Birokrasi (Jangan Makan Gaji Buta)


Muhasabah Birokrasi (Jangan Makan Gaji Buta)
Artkel ini HL di kompasiana
Selamat membaca:)
Sejak gerakan reformasi mencapai puncaknya pada Mei 1998, sejumlah perubahan yang cukup signifikan mulai bergulir. Perubahan signifikan juga terjadi pada pemerintahan.  Pemerintahan tidak saja harus bisa menerima kritik dan tugas untuk menyelesaikan tuntutan reformasi.  Harus ada perubahan mendasar yang mencakup kelembagaan, sistem kerja, dan bahkan mind-set para pelakunya dari pejabat tinggi sampai karyawan bawahan.
Reformasi di Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh mencakup tiga lembaga kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Harus diakui bahwa kondisi birokrasi di Indonesia lebih buruk daripada negara-negara Barat pada umumnya yang penyebabnya seperti sistem, budaya dan nilai buruk.
Hampir semua elemen masyarakat mengatakan bahwa di negara kita belum terjadi reformasi birokrasi untuk mendukung pemeirntahan yang diharapkan. Birokrasi yang ada hanya dianggap sebagai lanjutan pemerintahan lama yang secara formal sudah mengalami reformasi namun secara aktual belum.
Tuntutan birokrasi secara langsung hampir tidak pernah terdengar.
Bahkan, lebih gencar isu penggantian presiden dan pemberantasan KKN. Bisa jadi, anggapan bahwa penggantian presiden akan otomatis membuat birokrasi membaik. Birokrasi yang baik tentu memungkinkan terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih. Selama birokrasi belum direformasi, meskipun presidennya telah diganti, pemerintahan yang baik dan bersih tidak akan terwujud. Apa lagi reformasi birokrasi belum menemukan payung hukum yang kuat.
Saat pemberantasan dan pencegahan KKN berhasil, tidak otomatis kita mampu menjalankan kepemerintahan yang baik sesuai tuntutan dan kemajuan bangsa pada tantangan global. Untuk mencapai produktivitas dan keberhasilan, kemampuan atau profesionalimse juga merupakan keniscayaan yang tidak dapat dikesampingkan. PNS atau birokrat yang sangat apatis atau tidak profesional bisa dipastikan tidak akan berarti apa-apa meskipun bersih dan bebas dari KKN.
Sejalan dengan tuntutan reformasi kini, bersih dari KKN hanyalah fondasi. Yang harus distandarisasi secara ketat adalah jaminan mutu dan kendali mutu. Program atau produk apa pun, jika dua hal tersebut lemah, tidak akan bisa diandalkan, apalagi untuk memenangkan kompetisi global.
Perlu disadari bahwa kinerja birokrasi merupakan esensi pelayanan aktual pemerintah dan sekaligus wujud nyata kebijakan. Seperti  yang bisa kita rasakan bersama, pelayanan publik oleh birokrasi di Indonesia sangatlah buruk. Contoh saja, pelayanan kesehatan yang di dalamnya terdapat diskriminasi terhadap masyarakat. Bahkan, tak jarang masyarakat awam dipersulit.
Salah satu penyebab buruknya birokrasi di Indonesia adalah Reward and Punishment. Giatnya pekerjaan dari seorang birokrat GAJInya juga sama dengan seorang birokrat yang malas-malasan. Adanya kasus seperti ini membuat birokrat lain berpikir, "PERCUMA BILA BEKERJA DENGAN GIAT JIKA HASIL AKHIRNYA SAMA DENGAN YANG MALAS BEKERJA".
Mungkin, saya kurang bisa menyampaikan ini secara baik kepada pembaca. Namun inilah fakta. Berangkat dari banyak kasus, maka birokrasi kita tetap saja buruk. Padahal, pemerintah akan berhasil jika kinerja birokrasinya mampu menjalankan kebijakan dasar yang telah diambil oleh pemerintah. Sehebat apapun visi, misi dan kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah, jika birokrasi tidak mau menjalankannya secara konsisten dan konsekuen, maka kebijakan itu akan mandul dan tidak berarti. Kebijakan akan mempunyai arti bila dilaksanakan secara riil.
Mari kita perjelas, terkait dengan mutasi. Bahkan, sekarang mutasi tak lagi berdasarkan ketentuan dan pertimbangan logis lainnya, namun berdasarkan ketidakpatuhan seorang birokrasi kepada pemimpinnya alias rasa suka atau tidaknya seorang pemimpin pada bawahan. Bayangkan saja, seseorang yang sudah golongan 4b dimutasikan menjadi staf pada sebuah kecamatan yang terisolir. Apa alasan rasionalnya? Tidak ada bukan
Dari sedikit penjelasan saya ini, marilah perbaiki birokrasi kita. Dimuali dari mind-set kita pribadi. Tanyakan kepada nurani kita,
Apa tujuan saya berada di birokrasi?
Apa kah saya semata mencari materi dan gaji?
Ataukah menunaikan amanah saya?
Lagi, cuci hati. Rohanikan birokrasi kita, "Muhasabah Birokrasi". 
Secara gamblang saya katakan, bahwa tulisan saya ini berbuah dari hasil membaca sebuah buku dari A. Qodry A. Azizy. Kelemahan mendasar dalam perbaikan birokrasi pemerintah adalah implementasinya. Perbaikan itu harus dipraktikan bukan sekadar direncanakan, dianjurkan, diinstruksikan, diundangakan, dan sejenisnya. Proses perbaikan birokrasi mengharuskan adanya Grand Design (rencana induk) atau setidaknya materi Renstra (Perencanaan Stratejik). Harus ada kesadaran tinggi terhadap perlunya change management dalam birokrasi kita, bukan hanya retorika dalam pertarungan politik kepentingan.
Sebagai penutup. Pada tahun 2005, birokrasi kita semakin merosot menjadi terburuk kedua di Asia. Dari hasil survei dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak akan maju dan bahkan menjadi lebih buruk karena birokrasi kita yang semakin terpuruk.
Saya berharap, tidak adalagi kalimat "Kerja Atau Tidak, Tetap Makan gaji", JANGAN MAKAN GAJI BUTA. Apa yang kita tanam saat ini, adalah buah yang akan kita petik pada masa mendatang. Ingat Akhirat. Ingat Allah. Sekian dari saya.
Salam Damai Untuk Indonesiaku!
Oleh DP Anggi
Ilmu Pemerintahan FISIP UR

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar