Perilaku Negara Menabrak Kebiasaan Masyarakat Indonesia
Hari ini saya akan berbicara mengenai fungsi
pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan hingga yang saya sebut sebagai kebijakan bagi-bagi uang.
Pikirkan belanja pemerintah dan belanja pembangunan
atau masyarakat. Jika belanja pemerintah itu mahal, misalnya mencapai 70%
hitung saja sisanya untuk belanja pembangunan/ masyarakat.
Perbandingan itu tentu tidak sesuai. Belanja pemerintah
yang besar dan mahal bisa kita lihat dari fungsi-fungsi kerja itu sendiri.
Semakin banyak departemen-departemen dinas, banyaknya personal dalam departemen
itu, maka belanja pemerintah semakin besar.
Belanja pemerintah yang besar inilah yang disebut
Struktur pemerintah gemuk atau Big Government. Apakah penjelasan saya sudah mulai jelas anda tangkap? Jika belum, mari kita lanjutkan.
Struktur pemerintah gemuk atau Big Government. Apakah penjelasan saya sudah mulai jelas anda tangkap? Jika belum, mari kita lanjutkan.
Struktur Pemerintah Gemuk singkat saja SPG terjadi
manakala banyaknya fungsi, urusan dan tugas-tugas yang dilakukan. Dengan demikian,
negara cenderung memonopoli pelayanan. Semakin banyaknya dinas-dinas, maka
semakin banyak personil yang dibutuhkan. Semakin banyak personil, tentu semakin
banyak pula gaji yang dikeluarkan pemerintah.
Semakin besar belanja pemerintah, maka ia akan cenderung
menjadi negara sosialis. Sedangkan semakin kecil belanja pemerintah, maka ia
akan cenderung menjadi negara liberalis.
Di negara liberalis pada umumnya diperankan oleh
swasta dan masayrakat. Apa yang bisa dilakukan swasta, pemerintah akan menyerahkannya
kepada swasta. Contoh, Transportasi, pembangunan, dll. Apa yang bisa dilakukan
masyarakat, diserahkan kepada masyarakat seperti pos kamling. Jadi, negara ini
bisa dikatakan mandiri tanpa adanya ketergantungan kepada pemerintah baik oleh
swasta ataupun oleh masyarakat.
Mari kita berpikir keras. Apa masalah yang sebenarnya
terjadi di Indonesia. Masalahnya adalah, Indonesia terlalu cuek, terlalu acuh. Sehingga apa-apa kekayaan negara kita tersia-siakan begitu saja, bahkan diklaim
oleh negara lain.
Berangkat ke negara sosialis. Negara ini sangat ahli
'merampok' warganya melalui pajak hingga 38%. Mungkin kasar ketika saya
mengatakan negara 'merampok' warganya sendiri. Tapi inilah realita.
Sebagai catatan, swasta dalam konteks pelayanan bisa
berperan lebih baik dan lebih besar daripada pemerintah. Kita bisa bandingkan,
ketika kita pergi ke rumah sakit milik pemerintah, kita kurang dilayani bahkan
diacuhkan. Ketika kita ke rumah sakit swasta, maka pelayanan begitu baik walau
ujung-ujunganya adalah pembengkakakn tagihan demi kesehatan.
Nah, dari Government, swasta dan masyarakat, ketika
ketiganya sudah seimbang, maka akan dicapai eqilibrium. Disinilah terletak
kesejahteraan.
Kita kembali kepada negara liberalis yang terbilang
mandiri. Lihat negara kita. Hampir semua bidang dikuasai oleh pemerintah.
Kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, pembangunan dan lain-lain. Kita lihat
saja dari segi sosial yang spesifik pada kemiskinan.
Pemerintah membuat kebijakan untuk mengatasi
kemiskinan, yaitu dengan cara membatu masayarakat pemerintah melakukan program
‘Program Inpres Desa Tertinggal’ atau IDT, pemberian kredit untuk para petani
dan pengasuh kecil berupa ‘Kredit Usaha Kecil’ atau KUK, Kredit Modal Kerja
Permanen (KMKP), Program Kawasan Terpadu (PKT), Program Gerakan Orang Tua Asuh
(GN-OTA), Raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta program-program lainnya.
Ini adalah langkah pemerintah yang positif dan
membantu masayarakat. Namun, tidakkah terpikir tentang ini?
Ilustrasi pertama, begini; Seorang kuli bangunan yang
setiap hari bekerja keras, kesehatan dinilai baik karena rutin bekerja yang
bisa dikatakan berolahraga secara tidak langsung, mendapatkan upah yang
terbilang minim. Pemerintah memberikan bantuan, misal BLT. Bantuan itu membuat
seseorang tadi berpikir bahwa BLT ini rutin dan ia tidak perlu bekerja.
Akibatnya;
- Menjadi ketergantungan karena menunggu bantuan terus tanpa perlu bekerja
- Fisik orang ini menjadi lemah, dan mulai sakit-sakitan karena meninggalkan pekerjaannya
- Dari ilustrasi di atas, dampak lainnya adalah penurunan etos kerja bahkan penghilangan etos kerja; Bantuan itu membuat seseorang tadi berpikir bahwa BLT ini rutin dan ia tidak perlu bekerja
Jadi, sudah bisa beranalogi?
Ilustrasi kedua, di saat pemerintah turut campur dalam
kebersihan, menurunkan 'pasukan kuning' dan membersihkan sampah-sampah kota,
maka;
- Mental moral semakin hancur, dibuktikan masyarakat suka membuang sampah sembarangan
- Nilai-nilai sosial hancur, dibuktikan dengan rasa acuh terhadap lingkungan meruntuh
- Mind-set berubah, dibuktikan dengan sebuah pikiran, "Kan ada petugas kebersihan, ngapain kita harus repot-repot nyari tong sampah, buang disini juga bisa"
- Nilai-nilai kultural juga luntur, dibuktikan dengan mind-set tadi, maka masyarakat meninggalkan budaya gotong royong serta rasa perduli satu sama lain
Saatnya bilang WOW!
Sudah bisa menangkap apa-apa yang saya jelaskan bukan?
Anda pasti paham, mengapa judul diatas adalah "Perilaku Negara Menabrak
Kebiasaan Masyarakat Indonesia". Benar-benar menabrak dan melunturkan
kepribadian masyarakat. Inilah pokok pikiran dari banyaknya penjelasan saya di
atas. Jika ada penjelasan saya yang salah, saya mohon maaf. Saya juga manusia,
saya hanya pengamat negara kita karena saya WNI.
Salam Damai Untuk Indonesiaku!
Oleh DP Anggi FAM790M Pku
Ilmu Pemerintahan FISIP UR
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar