Jumat, 05 Oktober 2012

Perilaku Negara Menabrak Kebiasaan Masyarakat Indonesia


Perilaku Negara Menabrak Kebiasaan Masyarakat Indonesia
Hari ini saya akan berbicara mengenai fungsi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan hingga yang saya sebut sebagai kebijakan bagi-bagi uang.

Pikirkan belanja pemerintah dan belanja pembangunan atau masyarakat. Jika belanja pemerintah itu mahal, misalnya mencapai 70% hitung saja sisanya untuk belanja pembangunan/ masyarakat. 

Perbandingan itu tentu tidak sesuai. Belanja pemerintah yang besar dan mahal bisa kita lihat dari fungsi-fungsi kerja itu sendiri. Semakin banyak departemen-departemen dinas, banyaknya personal dalam departemen itu, maka belanja pemerintah semakin besar.

Belanja pemerintah yang besar inilah yang disebut
Struktur pemerintah gemuk atau Big Government. Apakah penjelasan saya sudah mulai jelas anda tangkap? Jika belum, mari kita lanjutkan.

Struktur Pemerintah Gemuk singkat saja SPG terjadi manakala banyaknya fungsi, urusan dan tugas-tugas yang dilakukan. Dengan demikian, negara cenderung memonopoli pelayanan. Semakin banyaknya dinas-dinas, maka semakin banyak personil yang dibutuhkan. Semakin banyak personil, tentu semakin banyak pula gaji yang dikeluarkan pemerintah.

Semakin besar belanja pemerintah, maka ia akan cenderung menjadi negara sosialis. Sedangkan semakin kecil belanja pemerintah, maka ia akan cenderung menjadi negara liberalis.

Di negara liberalis pada umumnya diperankan oleh swasta dan masayrakat. Apa yang bisa dilakukan swasta, pemerintah akan menyerahkannya kepada swasta. Contoh, Transportasi, pembangunan, dll. Apa yang bisa dilakukan masyarakat, diserahkan kepada masyarakat seperti pos kamling. Jadi, negara ini bisa dikatakan mandiri tanpa adanya ketergantungan kepada pemerintah baik oleh swasta ataupun oleh masyarakat. 

Mari kita berpikir keras. Apa masalah yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Masalahnya adalah, Indonesia terlalu cuek, terlalu acuh. Sehingga apa-apa kekayaan negara kita tersia-siakan begitu saja, bahkan diklaim oleh negara lain.

Berangkat ke negara sosialis. Negara ini sangat ahli 'merampok' warganya melalui pajak hingga 38%. Mungkin kasar ketika saya mengatakan negara 'merampok' warganya sendiri. Tapi inilah realita.

Sebagai catatan, swasta dalam konteks pelayanan bisa berperan lebih baik dan lebih besar daripada pemerintah. Kita bisa bandingkan, ketika kita pergi ke rumah sakit milik pemerintah, kita kurang dilayani bahkan diacuhkan. Ketika kita ke rumah sakit swasta, maka pelayanan begitu baik walau ujung-ujunganya adalah pembengkakakn tagihan demi kesehatan.

Nah, dari Government, swasta dan masyarakat, ketika ketiganya sudah seimbang, maka akan dicapai eqilibrium. Disinilah terletak kesejahteraan.

Kita kembali kepada negara liberalis yang terbilang mandiri. Lihat negara kita. Hampir semua bidang dikuasai oleh pemerintah. Kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, pembangunan dan lain-lain. Kita lihat saja dari segi sosial yang spesifik pada kemiskinan. 

Pemerintah membuat kebijakan untuk mengatasi kemiskinan, yaitu dengan cara membatu masayarakat pemerintah melakukan program ‘Program Inpres Desa Tertinggal’ atau IDT, pemberian kredit untuk para petani dan pengasuh kecil berupa ‘Kredit Usaha Kecil’ atau KUK, Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Program Kawasan Terpadu (PKT), Program Gerakan Orang Tua Asuh (GN-OTA), Raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta program-program lainnya.

Ini adalah langkah pemerintah yang positif dan membantu masayarakat. Namun, tidakkah terpikir tentang ini?
Ilustrasi pertama, begini; Seorang kuli bangunan yang setiap hari bekerja keras, kesehatan dinilai baik karena rutin bekerja yang bisa dikatakan berolahraga secara tidak langsung, mendapatkan upah yang terbilang minim. Pemerintah memberikan bantuan, misal BLT. Bantuan itu membuat seseorang tadi berpikir bahwa BLT ini rutin dan ia tidak perlu bekerja. Akibatnya;
  • Menjadi ketergantungan karena menunggu bantuan terus tanpa perlu bekerja
  • Fisik orang ini menjadi lemah, dan mulai sakit-sakitan karena meninggalkan pekerjaannya
  • Dari ilustrasi di atas, dampak lainnya adalah penurunan etos kerja bahkan penghilangan etos kerja; Bantuan itu membuat seseorang tadi berpikir bahwa BLT ini rutin dan ia tidak perlu bekerja
Jadi, sudah bisa beranalogi?
Ilustrasi kedua, di saat pemerintah turut campur dalam kebersihan, menurunkan 'pasukan kuning' dan membersihkan sampah-sampah kota, maka;
  • Mental moral semakin hancur, dibuktikan masyarakat suka membuang sampah sembarangan
  • Nilai-nilai sosial hancur, dibuktikan dengan rasa acuh terhadap lingkungan meruntuh
  • Mind-set berubah, dibuktikan dengan sebuah pikiran, "Kan ada petugas kebersihan, ngapain kita harus repot-repot nyari tong sampah, buang disini juga bisa"
  • Nilai-nilai kultural juga luntur, dibuktikan dengan mind-set tadi, maka masyarakat meninggalkan budaya gotong royong serta rasa perduli satu sama lain
Saatnya bilang WOW!
Sudah bisa menangkap apa-apa yang saya jelaskan bukan? Anda pasti paham, mengapa judul diatas adalah "Perilaku Negara Menabrak Kebiasaan Masyarakat Indonesia". Benar-benar menabrak dan melunturkan kepribadian masyarakat. Inilah pokok pikiran dari banyaknya penjelasan saya di atas. Jika ada penjelasan saya yang salah, saya mohon maaf. Saya juga manusia, saya hanya pengamat negara kita karena saya WNI.

Salam Damai Untuk Indonesiaku!

Oleh DP Anggi FAM790M Pku
Ilmu Pemerintahan FISIP UR

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar