Senin, 09 September 2013

Di Sepanjang Bukit Cadika


*
Aku ingin engkau mencintaiku. Bukan, bukan seperti kapas yang mudah terbakar api. Bukan pula seperti debu yang segera lenyap tersiram rintik pagi. Tapi, seperti awan yang setia memayungi gunung. Seperti akar yang senantiasa menopang batang hingga daun. Tak pernah bosan, hingga kembali menyatu pada tanah, menjadi hara dan harapan untuk pucuk-pucuk baru.

Aku ingin ada di hatimu. Namun, tak ingin mendurhaka lalu memalingkan wajah dari Sang Pencipta. Persis seperti daun jatuh yang takkan pernah kembali kepada ranting. Seperti kuncup basah yang mekar lalu melupakan angin. Menjadikannya seolah diselimuti cinta abadiah. Yang terkurung di kemegahan fatamorgana mutiara.

Kelak, di sepanjang Bukit Cadika yang luas dan lugu, akan kususuri bukit hingga lembah untuk mencarimu. Di antara lilan-lilan yang kian pasrah, di liukan aliran Sungai Hijau yang tuah, juga pada masa depan yang terpenjara dan menghitam setelah cukup lama terbakar puntung rokok penguasa; aku akan tetap mencarimu.

Pada jalan-jalan kecil di sebuah desa yang kini mulai dipenuhi wajah-wajah kiriman partai ; di sepanjang Bukit Cadika yang tertulis janji-janji para dewan yang semakin landai, aku-kau akhirnya bertemu. “Ridan! Ini Ridan! Jangan lupakan Ridan!” ucapmu berkali-kali. Namun, bayangmu yang terbawa oleh matahari tua, dengan suara-suara lantang yang terbawa oleh angin segera dibawa pergi asap kendaraan pengusaha.

Seperti hujan yang jatuh ke tanah dan kembali ke langit; dan rindu yang jatuh ke hati, kembali basah dalam sujud para sufi, aku mencarimu. Tasbih yang membutir di genggamanku, ikut mencarimu di kegelapan pertiga malam hingga subuh. Sedih menusuk jantungku. Nelangsa mendekap tubuhku.

Seperti burung-burung yang lemah sayapnya, enggan terbang, lalu mati dalam kehampaan. Seperti daun-daun gugur yang menguning, mengering, lalu kandas menghempas tanah. Aku tak ingin pasrah menyelami kehidupan. Namun, aku ingin seperti angin yang terus mengabdi kepada lautan namun harus membiarkan rapuhnya karang-karang. Harus berkorban meski luka-luka semakin dalam.

Pondokan Ikhlas, 09 September 2013

Salam hangat dan semangat dari DP Anggi
FAM790M Pekanbaru

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar