Minggu, 23 Juni 2013

Lomba Menulis Surat Bulanan FAM "Detik-detik Berbuka Puasa"




“Detik-Detik Berbuka Puasa”

Lomba Menulis Surat Bulanan di Grup FAM Indonesia 

______________________________________________



Pekanbaru, 23 Juni 2013

Assalamualaikum wr wb

Kepada Yts. FAMili

Di Bumi Allah Swt..



Apa kabar dirimu FAMili? Apa kabar pula imanmu? Sudahkah engkau menyongsong Ramadhan kali ini dengan memperbanyak ibadah? Sudahkah engkau menyambutnya dengan penuh gembira dan suka cita?

Aku, sudah begitu lama tidak mengikuti lomba-lombamu. Aku sebenar malu. Tapi, apalah daya. Kuakui aku sering memperturutkan egoku. Aku masih begitu sulit mengatur jadwal di sela-sela rutinitas keseharian. Kali ini, aku tak mau kalah. Aku harus berkontribusi tak peduli rutinitas yang menanti.

Tentu, setiap orang punya kisah. Di mana, waktulah yang menjadi saksi di balik kebisuannya. Kita, hanyalah pemain yang sebagiannya memilih menjadi penonton untuk mengambil resiko terkecil kehidupan. Tapi, inilah indahnya hidup kita. Semasing sudah ada perannya. Peran dengan pementasan yang begitu sempurna dari Yang Maha Kuasa.

Ramadhan. Begitu indah ketika ia akan segera datang. Rasa di hati tak terdefinisikan. Keistimewaannya bermacam-macam. Hadirkan pesona yang tak terduakan. Sudah dua Ramadhan aku bersamamu, FAMili. Mulai dari bayi-bayi aksara dan daun-daun muda. Hingga kini mencoba merangkak menelusuri sastra. Banyak kisah-kisah yang hanya mampu diputar melalui ingatan. Jika ditulis belum tentu sama dengan yang dikenang.

Kita tak bisa persis seperti perekam video—apa yang ‘ditangkap’ itu yang ditampilkan. Berbicara tentang video, di akhirat nanti kita akan punya video masing-masing tentang apa-apa saja yang sudah kita lakukan di dunia. Sedangkan ingatan kita yang dangkal, hanyalah sebuah guratan yang terbatas dipadu bersama ide-ide yang terlintas. Terkadang, ide-ide yang sudah berputar-putar spiral di kepala pun jika tak ditulis segera akan terlepas.

Aku lupa pada usia berapa mulai belajar berpuasa. Tapi, banyak kejadian yang bila kini diingat akan memunculkan gelak dan tawa. Pernah, waktu itu aku masih tinggal di rumah nenek. Saat itu sudah sore dan aku merasa lapar. Tercium aroma rendang daging yang begitu menusuk hidung dan menggedor-gedor lambung. Diam-diam aku pergi ke dapur. Yes! Tak ada orang! Dengan langkah pelan aku berjinjit-jinjit menuju kuali. Tanpa aba-aba aku langsung saja mencicipi. Tiba-tiba kakakku datang, daging di mulut segera kutelan. Alhasil, aku menahan haus hingga ikut berbuka bersama keluarga.

Lain lagi cerita Ramadhan berikutnya. Mungkin, saat itu aku kelas 1 SMA. Aku membantu kakakku untuk mengecat warung makan yang selama ini menjadi tempat ibuku mencari nafkah. Cuaca begitu panas, lelah, dan berkeringat. Lalu, kakakku seperti tak tega melihatku kelelahan. Ia menyodorkan sebotol teh, yang adalah minuman kesukaanku.

            “Dik, kakak takkan mengatakannya kepada mama. Kamu juga, ya? Nanti, setelah tiba di rumah lanjut saja puasanya,” ucap kakaku. Aku hanya mengangguk. Sementara, kakakku sendiri tidak tergoda untuk membatalkan puasanya. Namun, setelah tiba di rumah, aku kehausan dan menuntaskan dahaga saat aku yakin bahwa tak ada orang di sekitarku. Saat waktu berbuka, aku ikut berbuka bersama. Bahkan, akulah yang paling banyak porsi makannya. Hehehe.

            Pada Ramadhan berikutnya, saat aku akan mendaftar ulang sebagai mahasiswa baru, kejadian yang serupa terjadi lagi. Aku adalah tipe orang yang tak kuat jika bepergian. Mabuk perjalanan membuatku tak tahan.

            “Dik, mau beli minum? Atau, mau makanan? Perjalanan kita ini jauh.” ucap kakakku meyakinkanku. Lagi-lagi, aku tergoda. Di sepanjang perjalanan menuju Pekanbaru, aku sibuk mengunyah makanan yang berselang minuman. Sesampainya di kampus, aku seperti orang yang berpuasa. Ah, jika diingat-ingat ternyata kejadiannya belum lama. Sepertinya itu dua tahun yang lalu. Saat aku masih tersesat mencari-cari jati diriku. Alhamdulillah, sekarang hidayah itu sudah dikirimkanNya untukku. Allah Yang Maha Pengasih, telah memberikan petunjukNya padaku untukku memperbaiki diri.

            Dari sekian banyak cerita, semuanya kusesali. Ada pula kisah yang membuatku tertawa geli. Di sore Ramadhan kala itu, aku pergi ke rumah kakakku. Bermain bersama anaknya yang berusia dua tahun. Saat itu, anaknya memegang minuman yang aku pun suka. Tapi, karena usianya yang masih kecil aku disuruh untuk menjaganya agar tak meminum semua. Saat itu jam menunjukkan pukul 18.00 Wib. Aku membuka botol itu dengan enteng, meminumnya hingga habis setengah dan menyodorkan lebihnya kepada keponakanku.

            “Eh, Dik. Kamu tidak puasa?” Tanya kakakku heran. Mendengar itu aku langsung terdiam dan seperti hilang arah serta diselimuti rasa bersalah. Ah! Aku! Aduh! Aku! Aku meminumnya hingga setengah botol! Ya Allah! Bagaimana ini! Puasaku! Aduh! Mengapa aku bisa lupa jika aku tengah berpuasa? Ah! Aku menjadi uring-uringan dengan raut wajah yang entah seperti apa. Aku merengut sedemikian rupa.

            “Sudahlah. Jangan merasa bersalah. Kamu itu ‘kan tidak sengaja. Jadi, anggap saja itu rezeki dari Allah Swt..” ucap kakakku menenangkanku. Yang membuatku tertawa geli adalah ekspresi dan sikapku yang berlebih. Padahal, aku tahu jika memang disebabkan lupa, hal itu takkan membatalkan puasa. Lebaynya!

            Begitulah yang dulu kerap terjadi di detik-detik berbuka puasa Ramadhan. Itulah alasan mengapa judul surat ini adalah “Detik-detik Berbuka Puasa”. Ada saja cerita menjelang berbuka. Mulai dari yang kusesali hingga membuatku tertawa geli. Semoga, kita diizinkanNya untuk bertemu lagi dengan Ramadhan kali ini, yang hanya tinggal menghitung hari.

            Demikianlah surat ini kutulis dengan penuh cinta. Semoga dapat dipetik hikmahnya. Jika ada salah dalam penulisan kata, aku mohon maaf. Terimakasih banyak sudah membaca surat ini. Semoga, Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua hingga hati-hati kita selalu bertaut karenaNya. Apa pun itu, lakukanlah karena Allah Swt..


Salam hangat dan semangat dari DP Anggi

FAM790M Pekanbaru, Riau



Http://dpanggi.blogspot.com/

dewiputrianggi@rocketmail.com

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar