“Lalu, kau biarkan dahan-dahanmu rapuh tergerus masa…”
“Apalah dayaku, aku pun telah lama menantinya…”
“Apalagi yang akan kau nanti? Kekupu biru? Ia telah pergi! Telah lama mati!”
“Jangan katakan itu padaku! Sudah saatnya aku memaknai diri. Mengapa aku ada di bumi ini,”
“Lalu?”
“Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku akan berkorban,”
“Berkorban untuk apa? Untuk siapa?”
“Karena kekupuku telah tiada, aku akan berkorban untuk manusia,”
“Kau betul-betul seperti Bul-Bul. Apa gunanya kau mati demi manusia? Sedang manusia tak pernah peduli!”
“Mereka
bukan tidak peduli. Mereka hanya memiliki sifat lupa. Mereka lupa
darimana asalnya kesegaran udara yang mereka hirup. Mereka lupa darimana
keteraturan air yang mengalir untuk mereka membersihkan diri. Mereka
lupa bagaimana tanah yang berada di sekeliling mereka tidak erosi.
Mereka lupa darimana mereka mendapatkan kertas untuk keperluan belajar
setiap hari. Mereka lupa darimana asalnya kayu yang mereka gunakan untuk
membangun pondasi rumah pribadi . Mereka hanya lupa…”
“De….”
“Deyoungforest. De-you-ng-fo-rest,”
“Iya.
Maksudku begitu. Aku iba terhadapmu. Kau sudah begitu banyak berkorban.
Mengapa kau masih harus berkorban? Aku kerap berpikir, kematianmu akan
begitu menyakitkan. Dimulai dari hidup berpuluhan tahun, bahkan nanti
ratusan tahun, tanpa dapat hidup bersama yang engkau cinta. Engkau akan
mati ketika daun-daun yang menguning mulai berguguran. Dari dahan-dahan
yang melapuk dan kering yang tak bertahan. Dari….”
“Sudahlah,
Matahari. Bukankah kita harus bersyukur? Setiap engkau menenggelamkan
diri, esoknya engkau pasti kembali. Itu hal yang sangat aku syukuri.
Dengan begitu, aku masih memiliki teman berbagi. Matahari, tiada manusia
di dunia ini, bahkan tiada satu pun makhluk di dunia ini yang tidak
membutuhkanmu. Hebatnya engkau, kau kerap bertengkar dengan awan hitam
yang menurunkan hujan. Namun ,egomu selalu engkau luluhkan saat
mengingat makhluk di bumi juga butuh air kehidupan, termasuk diriku,”
“Tapi,
aku selalu bingung! Kita ini sebenarnya dapat saling berbagi. Aku akan
memberikan sinarku. Awan akan menurunkan hujan sesuai waktu. Hutan-hutan
tak ada yang membelenggu. Dan, manusia sedia membantu,”
“Semoga, suatu hari nanti manusia dapat memahami itu. Kau menyayangi manusia, bukan?”
“Sejujurnya
begitu. Aku menyayangi manusia. Tentunya, manusia yang baik. Yang mau
bersyukur. Bukan yang mengutuk-ngutuk cuaca di segala situasi yang
dianggapnya salah.”
“Sayangilah
semuanya. Jangan pilih kasih. Yang Maha Kuasa saja tak pernah memilih
mau menurunkan rezeki hanya kepada manusia-manusia yang menaatiNya. Dia
memberikan rata kepada semua makhlukNya. Kepada yang bersyukur, kepada
yang kufur bahkan.”
“Mengapa Dia juga memberikan rezeki pada yang kufur yang jelas sudah kikir bersyukur? ”
“Dia
Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Tiadalah sesuatu pun di dunia ini
terjadi jika bukan atas kehendakNya. Begitulah caraNya menguji
makhlukNya. Jika manusia bersyukur dengan apa yang telah diberikanNya
maka Dia memberikan pahala kebaikan. Jika tidak, manusia itu akan
dibebani oleh dosanya sendiri. Semuanya sudah diatur sedemikian sempurna
oleh Yang Maha Kuasa untuk kebaikan makhlukNya.” Mendengar itu,
Matahari terdiam.
Betapa
bijaknya engkau Deyoungforest. Padahal, hidupmu tak selama aku
berpijar. Engkau bisa memaknai kehidupan meski hanya sebentar. Engkau
dapat memaklumi manusia yang memiliki sifat lupa. Padahal, sejatinya
manusia adalah makhluk yang dengan mudah mengingat keburukan dan
kesalahan daripada manfaat dan kebaikan.
***
Di
tempat berbeda, jauh ketika kekupu biru masih bernyawa. Saatsekarat
begitu terasa. Ia sudah menelurkan beberapa penerusnya. Ia ingin,
anak-anaknya kelak menyampaikan salam untuk Deyoungforest. Ia sendiri,
tak mampu lagi terbang. Setiap malam, ia hanya beristirahat, menegakkan
sayapnya dan bernyanyi dengan air mata berlinang.
Anakku, kelak jika engkau telah berhasil mengembangkan sayapmu
Terbanglah engkau ke dahan sebuah pohon di tengah hutan
Pohon itu adalah yang paling muda dan indah
Namun berukuran paling tinggi dan besar
Sampaikanlah salamku padanya
Deyoungforest namanya
Bertelurlah di sana
Dan biarkan anak-anakmu pula bertumbuh di sana
Jangan sepertiku yang terlalu pengecut dan pergi tanpa mengucap salam padanya
Anakku, sampaikan padanya bahwa aku…
Setiap
kali akan menyelesaikan lagu itu, kekupu biru tertidur. Anak-anaknya
tak pernah bisa mendengar buaian ibunya itu sampai selesai. Tapi, kali
ini ia tak hanya tidur sesaat. Tapi, selamanya…
To Be Continue…
Cerita Sebelumnya:
The Love Story Of Deyoungforest (1)
Salam hangat dan semangat dari DP Anggi
FAM790M Pekanbaru
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar