Selasa, 11 Oktober 2011

cintaku terpendam

Sudahlah gadis, tak perlu menangis hanya karena cinta…

Tiba-tiba saja wanita di sampingku bertutur demikian. Yah, aku memang sedang menangis. Menangisi diriku sendiri, menangisi cintaku.
Rasanya telah terlalu lama aku bersabar, terlalu lama. Rasanya tak ada lagi yang ingin aku simpan untuk hanya menjadi beban, rasanya ingin ku ungkap semua rasa. Ingin ku ungkap semua perih ini, semua sakit ini, semua beban rindu ini.
Pangeran hati, mengertikah kamu?
Bertarung aku sendirian melawan perasaan diriku. Bertarung sendirian! Mengertikah kamu?
Mencabik tiap rasa yang tumbuh dari akar hati ini, mencabik terus-menerus hingga tak ada yang tersisa namun akar tetaplah menjejak dalam bumi! Mengertikah kamu?
Memohon Tuhan menghapus rasa ini, memohon dengan sangat padahal cinta adalah fitrah setiap manusia. Aku memohon keburukan untuk sesuatu yang menjadi fitrahku! Mengertikah kamu?
Kamu tidak pernah mengerti Pangeran hati karena aku tak pernah mengatakannya kepadamu. Dan aku berharap rasa itu tetap terkubur rapat di dasar terdalam hatiku. Aku ingin engkau tidak pernah tahu. Aku ingin rasa itu cukup aku yang mengerti. Aku ingin kita tetap bersama! Mengertikah kamu?
Nanti. Nanti jika rasa itu telah siap untukku ungkapkan, akan aku ceritakan hingga bagian terkecil yang bahkan engkau pun menjadi ragu, ”adakah ia di dalam diriku.”
Nanti. Nanti jika kamu telah siap dan aku telah mampu berdiri tegak.
Sudahlah gadis, tak perlu menangis hanya karena cinta…
Kali ini wanita di sampingku menepuk pundakku. Posisiku tercekung, kedua tanganku melipat kakiku yang menyiku, rapat . Kepalaku berada diantara dua siku lutut yang saling beradu. Di antara betisku, ada air dari kedua mataku. Dibawah kakiku, bayangku, pepasiran telah basah. Sungguh, aku sedang menangis wahai Pangeran hati. Aku menangisi diriku karenamu. Karena kamu…
wanita itu mulai memelukku, pelukan yang erat namun terasa lembut. Amat sangat lembut dan menenangkan.
Aku serasa tak peduli. Aku hanya ingin kembali menata hatiku. Ada banyak cobaan yang kuhadapi, ada banyak rintangan, namun mengapa soal urusan cinta menjadi yang terberat? Mengapa harus cinta? Mengapa tidak yang lain yang jelas siapa kawan dan siapa lawan. Terhadap cinta, bahkan para pahlawan menjadi lemah dan tak berdaya.
”Aku mengerti apa yang sedang kamu rasakan. Aku pernah seperti itu, bahkan lebih berat. Namun kamu tidak perlu menangis.” wanita di sampingku berbisik samar.
”Apa salah aku menangis?”
”Menangislah terhadap Tuhanmu, itu akan lebih berguna daripada untuk dirimu sendiri. Karena Tuhanmu lebih mengerti dirimu daripada dirimu mengerti tentang kamu.” Jawab wanita itu.
Aku mengatup mulutku, mengigit bibir bawah. wanita di sampingku itu benar, seharusnya aku seperti apa yang dia ucapkan, seharusnya. Namun hati ini masih terlalu rindu, dan rindu itu tertahan hingga yang mengalir hanyalah air mata.
”Apa kamu tahu, air mata ini bukan aku yang menginginkan. Dia memancar dengan sendirinya seperti mata air. Mata air dari hati yang sedang merindu.” Aku jujur.
Pelukan itu kini terasa lebih erat dari sebelumnya, wanita itu tidak juga hendak melepaskan pelukan itu, pelukan semakin mengencang. Aku merasa seperti sesosok yang begitu lemah dalam pelukannya, aku merasa telah kehilangan aku yang tegar. Tuhan menciptakan manusia sempurna, dalam kesempurnaan Tuhan juga menciptakan hati, dan karena hati maka wanita paling tegar pun menjadi seperti mati.
”Hapuslah tangisan itu gadis, hapuslah!” wanita itu kini menegas.
Air mataku bukan terhenti malah semakin mengucur deras. Aku benar-benar tak sanggup untuk menghentikan tangisan ini, aku sama sekali tak sanggup. Andai wanita itu mengerti apa yang sedang aku rasakan, andai ia mengerti apa yang berkecamuk di dalam dada, anda ia tahu.
”Bukankah sudah kukatakan aku juga pernah seperti itu.” Tiba-tiba wanita itu berkata seolah membaca apa yang kupikirkan. Tiba-tiba aku menjadi takut, apa dia iblis atau malaikat yang terutus untuk menenangkan aku? Aku takut.
Tiba-tiba wanita di sampingku itu berdiri, mungkin hendak beranjak. Kini dia berdiri di depanku. Badannya sedikit dirukukkan, kedua tangannya memegang tanganku. Kini dia berjongkok di depanku. Aku terkejut. Dia juga menangis.
hening...
”Bukankah sudah kukatakan, aku juga pernah seperti kamu. Bukankah sudah kukatakan!” Ucapnya lirih. ”Tolong jangan menangis lagi, tak perlu ada air mata yang harus dialirkan oleh mata seorang gadis hanya karena cinta. Tangguhlah, bersabarlah, semoga Tuhan memberikan yang terbaik dari kisah-kisah kita. Tuhan kita adalah Tuhan yang paling baik yang akan memberikan yang baik-baik dan terbaik untuk kisah-kisah terbaik. Jangan meragukan Tuhan , jangan sama sekali. Bersabarlah gadis, dan tak perlu menangis.”
Sudahlah gadis, tak perlu menangis hanya karena cinta…
Aku tak menyangka akan seperti ini. Dia adalah pria terbaik yang pernah kutemui diantara semua pria di dunia ini. Aku mengagumi betapa bijaksana dan tangguh ruhiyahnya. Aku kagum akan keta’atannya beribadah. aku kagum akan jiwa kepemimpinannya. Aku kagum dengan setiap kata yang terucap dari bibirnya yang benar tulus dari hati untuk membawaku kedalam kebenaran dan menjauhkanku dari kegalauan.
Aku merasa telah menemukan apa yang sedang kucari selama ini. Pangeran hati.
Lahiriahnya, aku mencintainya. Ruhiyahnya lebih aku cintai daripada lahiriyahnya. Tak banyak pria yang seperti dia, tak banyak. Bahkan aku berani sumpah!
Bahkan seribu Pangeran hati tak akan lebih baik daripada dirinya. Keutamaan dirinya daripada Pangeran hati adalah seperti yang tampak dengan yang semu. Seperti kebenaran dengan khayalan. Kebenaran tetap lebih indah daripada sekedar khayalan. Karena Tuhan menyinari wajahnya dengan keimanan.
 Hanya yang terbaik mendapatkan yang terbaik. Quran telah menjanjikan itu.
Apalah aku. Dengan keimanan yang lemah, dengan ruhiyah yang fluktuatif, aku benar-benar yang terburuk daripada yang terburuk.
Dari sisi keimanan, tentu Tuhan lebih mencintai dia daripada aku. Tentu Tuhan lebih memberikan yang terbaik bagi dirinya daripada bagi diriku. Tuhan memiliki keinginan tersendiri terhadap kisahku dan kisahnya. Hingga pada suatu kisah seorang pria terbaik ditakdirkan untuk wanita terbaik.
Aku pasrah…
Karena cinta, aku menginginkan segala hal terbaik untuk orang yang terkasihi. Aku menginginkan segala yang terbaik untuknya. Aku menginginkan itu. Jujur aku memang menginginkannya, namun rasanya lebih pantas jika seorang wanita lain yang terbaik untuk dirinya. Seorang wanita dengan kelembutan, kata’atan, sabar, dan penyayang. Seorang wanita yang mencintainya bukan karenanya tetapi karena Allah.
Pangeran hati, aku mencintaimu karena Allah.
Aku mulai mengerti rasa yang berkecamuk di dalam diriku ini sebenarnya apa, sekarang aku mulai mengerti setelah aku mulai bisa mengeja bahwa tidak lama lagi kita akan berjarak. Baru aku menyadari betapa segala kekagumanku selama ini terhadapmu, segala kebijaksanaanmu itu membuatku mencintaimu. Pangeran hati, aku mencintaimu karena Allah. Dari itu aku sadar, walau aku akan berjarak denganmu namun ada satu yang tidak pernah berjarak denganku dan aku tak akan pernah kehilangan Dia. Aku tidak akan pernah kehilangan Tuhanku.
Lantas Tuhan berfirman, shibghah manakah yang lebih baik daripada shibgah Allah.
Pangeran hati, aku mencintaimu karena Allah.

2 komentar: