@Yogzan
*
Tubuh yang tergeletak itu
Dijamah malam sejak matahari tenggelam hingga subuh
Melaur mendekap tubuh yang pejal oleh udara malam
Entah, telah berapa pasang mata berlalu-lalang lalu memaki
dalam diam
Pada subuh dengan embun yang turun satu-satu
Tetes-tetes halus itu direguk mulut-mulut yang menunggu
Yang itu, ya! Oleh semut yang berbaris-baris itu
Entah sedang mereguk, atau bisa saja berwudu
Ah, andai tubuh itu terbangun tanpa menunggu semburat cahaya
menusuk mata
Dan andai tubuh itu memantul padanya ketaatan para semut
merah
Ia takkan lelap hingga mendengar suara bising kendaraan
penguasa
Ah, pengusaha—sama saja
Tak lama, kesiur angin menghantar aroma tanah basah
Basah oleh embun yang hanya sebentar bertahan di
kelopak-kelopak saga
Debu-debu bersembunyi di bawah tikar sunyi
Menanti fajar yang segera memudar lalu berhamburan kembali
Tubuh itu, menggeliat karena tiba saatnya untuk terjaga, ia
usap-usap mata
Matahari belum muncul jua
Tanggung, katanya
Ia kembali menyulam mimpinya
Demikianlah
Meski pantulan ketaatan terpaut di mana-mana
Rangkulan kasih-Nya bahkan terasa biasa
Nikmat malam dan siang terlipat begitu saja karena alasan
yang (selalu) sama; rasa lapar masih merumah
Lama tak mengigau…
Pondokan Ikhlas, Panam 14 Januari 2013
Salam hangat dan
semangat dari DP Anggi
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar