Kamis, 24 Oktober 2013

Curahan Hati Seorang Ibu


Dalam derasnya hujan ibu mendekapmu. Menenangkanmu saat kilat menyambar dan petir menggelegar. Ibu biarkan engkau terlelap dalam dekap. Lalu ibu pindahkan engkau perlahan ke tempat tidur, memastikan selimutmu nyaman dan tidak akan membiarkanmu bermimpi buruk.

Ibu perhatikan engkau, Nak. Ibu lihat kakimu yang biasa tertatih telah memanjang. Tanganmu yang biasanya hanya bisa memukul-mukulkan sendok plastik ketika makan sudah kuat menggenggam. Engkau sudah bisa melompat walau sesekali. Engkau sudah bisa melempar bola walau belum jauh sekali.

Setelah pagi menjelang, ibu membawamu ke halaman.
Membiarkanmu berdiri dan mengamati dari kejauhan. Nak, pijaklah dengan benar. Ini tanah yang berwarna hitam. Jika kering, tanah ini akan berbutir-butir seperti pasir. Bergeserlah sedikit, Nak. Ini adalah rumput yang semalam diguyur hujan. Genggamlah, apakah terasa basah?

Mendongaklah ke atas, Nak. Itu adalah pohon Mangga. Pohon itu tumbuh dari bibitnya. Ia disirami hujan dan dihangatkan matahari. Akarnya mencari nutrisi. Sekarang pohon itu tumbuh besar. Lihatlah bunga-bunga putiknya yang esok akan segera menjadi buah Mangga yang kian hari akan semakin ranum. Ayah akan membantu kita untuk memetiknya, dan ibu akan mengupasnya untuk kita makan bersama.

Lalu, ibu lihat senyummu. Ibu layangkan lagi pandangan ibu padamu hingga utuh. Ah, maafkan ibu, Nak. Padahal, awalnya ibu yang selalu mengharapkanmu lekas tumbuh  besar. Ibu yang mengharapkanmu bisa lancar berjalan dan berlari. Ibu yang mengharapkan genggamanmu menjadi kuat. Ibu yang mengharapkanmu segera bisa berbicara, yang awalnya hanya gumaman, lalu “ibu…”, “ayah”, kini semuanya.

Namun, mengapa ibu pula yang membentakmu? Mengapa ibu pula yang memarahimu? Mengapa tangan ibu terkadang memukulmu? Megapa ibu mudah sekali menggerutu?

Sesekali, ibu akan membiarkanmu berlari-lari. Tak membentakmu dan tak memarahimu karena takut engkau terjatuh. Jika engkau terjatuh, ibu akan mengobati lukamu, mengusap pelan kepalamu, dan mengatakan agar engkau lebih hati-hati lagi saat berlari.

Ibu juga akan membiarkanmu bermain hujan sesekali. Tak memarahimu karena takut engkau sakit, dan tak memukulmu ketika engkau tak mau dengar ucapan ibu. Ibu hanya kurang pandai mengekspresikan ketakutan dan kekhawatiran ibu. Ibu sungguh menyayangimu.

Doa ibu; kaki yang sudah kencang berlari itu, berlarilah kepada jalan-Nya dan jangan berlari lagi ke belakang. Tangan yang sudah kuat menggenggam itu, genggamlah tali kebaikan dan banyaklah memberi tanpa pernah mengingat kebaikan sendiri. Lidah yang kerap berucap itu, ucapkanlah yang baik-baik saja, ajaklah orang-orang pada kebenaran, jujurlah dalam setiap perkataan, bijaklah dalam mencari penyelesaian.***

Pondokan Ikhlas, 20 Oktober 2013

Salam hangat dan semangat dari DP Anggi

2 komentar:

  1. visit&follow my blog too yaa nji... ^^
    mardikusumah.blogspot.com #numpang promosi. :D

    BalasHapus